Again and again I feel Lucky!
Akhir tahun lalu saya sempat nulis How Lucky I am!
Dan kali ini saya juga merasa beruntung, ketika suatu hari di bulan Mei pak boss bertanya, mau training gak? Ke Thailand.
Hehe mau lah pak, jawab saya.
Sebulan tambah pak boss lagi.
Whaaat??
Berani ga? Kalo mikir kerjaan mah gak akan ada habisnya.
Nah!
Saya cuma nyengir, berani ga ya, apalagi sendirian di negri orang plus saya belum pernah sama sekali ke sana.……… (mikir)
Oke mau pak,
Englishmu lancar kan?
Englishmu lancar kan?
Waduh, Mmm nganu… little-little i can lah yaa (lancar kalo buat nonton drakor wkwkk)
Kapan lagi kan, segala macem urusan pikir belakangan, haha.Akhirnya setelah kelar segala urusan administrasi plus segala macem briefing dari Bu Erna (gara-gara saya nerveous abiss) berangkatlah saya pagi-pagi di akhir bulan Juni kemarin.
Sendirian.
Bismillah…
Sendirian.
Bismillah…
Sesuai janji via email saya dijemput panitia di pintu kedatangan gate 4 lantai 2. Setelah celingak-celinguk ketemulah sama dua cewek cakep, Ms Natchanan n temennya plus peserta dari Myanmar. Setelah kenalan, minta maaf karena saya telat sejam, mereka kemudian nganterin kita ke bus menuju Hua Hin, rada kaget karena ketika naik bus, panitia gak ikutan naik, cuma nitipin kita ke kondektur bus, saya sama Thi (peserta dari Myanmar) cuma liat-liatan bingung.
Yakin nih?
Yakin nih?
Panitia cuma bilang nanti ganti mobil di shelter terakhir kemudian dianterin ke hotel. Sepertinya mereka harus jemput peserta lain dan standby di bandara. Oke baiklah, nanti mungkin di hotel ada panitia juga yang standby, pikirku.
Perjalanan Svarnabhumi menuju Hua Hin memakan waktu kurang lebih empat jam, sehingga ada waktu cukup buat istirahat, meski akhirnya gak bisa tidur juga saking excitednya hehe. Bis yang saya naiki cukup nyaman dengan seat 2-1 dan kaki leluasa selonjoran. Benar juga sampai di shelter terakhir, kami pindah ke mobil Hi-Ace menuju HopInn Hotel, bingung juga ko beda nama hotelnya, gak sesuai dengan ittineary. Sampai di hotel pun kita berdua bingung karena gak ada panitia yang standby disana, akhirnya setelah belibet nanya resepsionis (maklum bisa sepik inggris seadanya plus si Thi ternyata lebih parah dari saya, haha, kaco beuud dah) kita dikasi kunci kamar dan ternyata cuma semalam nginep disana, besok pindah ke hotel tempat acara berlangsung.
Besok paginya saya ketok pintu kamar Thi, ngajakin nyari sarapan, laper karena semalam ga makan dan udah capek mau nyari-nyari makan. Setelah googling, ternyata tempat makan halal jam tujuh pagi belom pada buka, akhirnya nyari Seven Eleven (sevel) aja sekalian jalan-jalan. Kesan pertama Hua Hin terlihat rapi dan bersih, mungkin karena pagi jadi jalanan masih sepi. Ada beberapa warung buka cuma ya gak yakin halal apa engga, karena beberapa terlihat menjual menu pork.
Sekitar jam sepuluh saya keluar lagi sendiri, pengen makan beneran karena di sevel cuma beli susu haha. Tak jauh dari hotel ada Muslim Halal Food yang ternyata memang sudah buka. Pemiliknya orang Malaysia jadi bisa cakap-cakap Melayu lah. Karena masih pagi, belum semua menu siap, akhirnya saya pesan nasi goreng seafood, yang langsung tandas dalam sekejap. Laper.
jalanannya bersih |
Siangnya kami dijemput panitia (akhirnya) pindah ke Hotel Navyphirom untuk acara pembukaan dan disanalah semua peserta akan tinggal dan beraktivitas selama empat pekan. Yeeaahh.
Sesampainya disana semua peserta bertemu, ternyata sepuluh dari Sembilan belas peserta adalah dari Thailand, sedangkan sembilan sisanya baru perwakilan negara lain seperti India, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, Myanmar, Laos, Kamboja, Filipina dan Indonesia. Sebagian besar peserta bekerja di Pemerintahan, Kementerian Kelautan, Navy,dan juga NGO dengan latar belakang Pendidikan yang beragam pula; Hukum, Sosial Ekonomi, Kelautan, Akuakultur, Geologi, sampai Bioteknologi, dua diantaranya malahan udah Doktor, dan kerjaannya Senior Scientist gitu, jiper abiss dah, saya bak butiran pasir.
thai chicken wrap |
Acara dibuka oleh Executive Director IOI Pusat, Mrs Antonella Vasallo dilanjutkan ramah tamah dan perkenalan antar peserta. Kami juga dipertemukan dengan course director 2018, Prof. Wong Poh Poh dari Singapura dan koordinator Panitia Mrs. Pongsri Virapat yang memberikan arahan tentang training dan segala detail teknis terkait penginapan, makan, sampai allowance atau uang saku. Jadi Training ini dibiayai sepenuhnya oleh IOI, dari tiket pesawat PP, akomodasi penginapan, konsumsi, sampai allowance sebesar 300 baht per hari (kurang lebih Rp 140.000,-) sebagai ganti makan malam yang tidak disediakan hotel. Allowance ini diberikan pada peserta setiap pekan.
Setiap peserta Non-Thai mendapat 1 kamar per orang, alhamdulillah banget kamarnya luas, viewnya bagus, dan baru sekali ini saya sebulan ngekos di hotel haha. Sedangkan peserta Thailand sekamar malah dua orang, denger-denger ada masalah dengan sewa classroomnya, jadi terpaksa mereka menekan budget dengan mengurangi jumlah kamar. Keren juga si IOI ini menanggung semua akomodasi peserta, dan ini sudah tahun ketiga menyelenggarakan training semacam ini. Salut sama temen-temen NGO yang lihai nyari sponsor.
Ketika melihat silabus perkuliahan selama empat minggu, ternyata apa yang dibahas ngga semata-mata aspek hukum laut, tapi sampai kepada budidaya, manajemen pesisir, gender, sampai peran swasta juga dilibatkan. Pengajarnya juga dari ahli, praktisi, pengusaha, dan sempet kaget ketika lihat nama Prof. Rokhmin Dahuri dijadwalkan mengajar di minggu kedua. Waw. Former Indonesian Minister of Marine Affairs and Fisheries gitu loh, plus saya belum pernah bertemu beliau secara langsung, eh malah mau ketemu di negri orang. Haha.
Hari pertama belajar nerveous berat, bisa gak ya ngikutin?
Bisa jawab gak ya kalo tiba-tiba ditanya?
Tapi alhamdulillah banget pengajar pertama, Mrs. Antonella ngomongnya gak cepet-cepet banget, doi seakan menyadari newbie macam saiah haha, jadi bisa lah ya nangkep apa yang beliau omongin tentang sejarah dan latar belakang UNCLOS. Tapi besoknya kita udah langsung dikasi tugas, role player buat manajemen konflik!
What?
Peserta dikasih kasus, trus dibagi dan ditunjuk berperan sebagai Walikota, Investor, Enviromentalis, Citizen, Traders, daan tau saya berperan sebagai apa?
Ecotourism Assosiation.
Blank seketika.
What?
Peserta dikasih kasus, trus dibagi dan ditunjuk berperan sebagai Walikota, Investor, Enviromentalis, Citizen, Traders, daan tau saya berperan sebagai apa?
Ecotourism Assosiation.
Blank seketika.
Sekelompok ada yang terdiri dari 2-4 orang, dan saya berdua sama peserta dari Thailand, Waraporn Burirak yang dipanggil Som. Dan kita berdua sama-sama ngeblank. Pas deh. Ya gimana, saya ngerti apa yang diomongin aja udah alhamdulillah, lah ini malah langsung suruh ngomong di forum, debat pulak. Tapi kemudian satu persatu peran di-briefing terlebih dahulu sebelum simulasi besoknya, yah dikasih gambaran biar gak ngeblank amat. Dan tetep aja kita bingung haha.
Pekan pertama di Hua Hin, diisi dengan eksplore tiap malem, dari night market sampe ke mall. Karena kuliah dimulai jam 8.30 atau 9 pagi sampai sore, kadang jam 4 atau bahkan jam 6, dan maghrib sekitar pukul 18.50 jadi jam enam sore pun masih terang serasa jam lima. Dan awal-awal pun masih semangat olahraga tiap pagi muterin sekitar hotel. Hotelnya punya NAVY, dan pagi siang sore malem selalu ada orang yang jogging atau olahraga. Dari yang muda sampe oma-opa pada semangat olahraga, kadang ada juga yang yoga di lapangan rumput. Uniknya disediakan alat olahraga di ruang terbuka, yah mirip kaya di alun-alun Bandung gitu. Dan beberapa kali saya mendapati alat semacam ini di luar hotel, seperti di pinggir jalan. Seringkali para oma-oma pada ngobrol sambil olahraga di sini. Sehat banget dah life stylenya, plus kalo ngecek air qualitynya Hua Hin ini bagus banget bagi yang punya masalah pernafasan macam saya, masih ijo, kalo di Jakarta udah merah.
Meski masih gak kebayang apa yang diomongin besok pagi, malemnya para peserta malah jalan ke Hua Hin Night Market buat dinner. Di sini emang banyak banget night market, dari Chatsila Night Market, Cicada Night Market, Tamarind Market, dan yang paling deket sama hotel emang Hua Hin Night Market, sekitar 800 meter jalan kaki. Seneng banget liat berbagai barang menarik yang diperdagangkan disini, makanan, pernak-pernik, baju dan oleh-oleh lainnya. Hal pertama yang pengen dicoba adalah Mango Sticky Rice, mangga yang disajikan Bersama beras ketan dan saus santan, yummy. Seporsi dijual 50 baht atau sekitar 20 ribuan.
Oiya tentang makan, panitia menyatakan menyediakan halal food, dalam artian no pork sama sekali. Awalnya saya kira akan diberikan meja terpisah buat yang muslim. Tapi ternyata kami makan satu meja dengan hidangan yang sama. Jadi untuk makan siang kami makan bersama, dalam artian berkelompok 3 meja, bebas mau duduk di mana aja boleh ganti-ganti tiap hari, tapi hidangannya sama.
Sedangkan untuk sarapan ngambilnya prasmanan bareng sama pengunjung yang lain. Seafood or ayam untuk semuanya, selama sebulan. Yah meski saya memilih menghindari ayam, tapi perhatian ini bener-bener berarti buat kami yang muslim (cuma berdua sama peserta Bangladesh). Dan awalnya saya masih sangsi karena kan hotel ini untuk umum, gak cuma acara kita saja, tapi saat sarapan pun saya tak menemui hidangan pork sama sekali, setiap hari. Jadi saya gak ragu ngambil telor ceplok tiap pagi. Dan senangnya sayur dan buah segar buat salad selalu tersedia, jadi aman dan sehat banget dah, sayangnya mereka cuma punya kecap asin, gak ada kecap manis, huhuhuhu.
Sedangkan untuk sarapan ngambilnya prasmanan bareng sama pengunjung yang lain. Seafood or ayam untuk semuanya, selama sebulan. Yah meski saya memilih menghindari ayam, tapi perhatian ini bener-bener berarti buat kami yang muslim (cuma berdua sama peserta Bangladesh). Dan awalnya saya masih sangsi karena kan hotel ini untuk umum, gak cuma acara kita saja, tapi saat sarapan pun saya tak menemui hidangan pork sama sekali, setiap hari. Jadi saya gak ragu ngambil telor ceplok tiap pagi. Dan senangnya sayur dan buah segar buat salad selalu tersedia, jadi aman dan sehat banget dah, sayangnya mereka cuma punya kecap asin, gak ada kecap manis, huhuhuhu.
Oke balik ke night market yang jajannya bikin ngilerrr, tapi ya mesti hati-hati karena pork bertebaran dimana-mana. Jajan rada mirip si kaya Indonesia, seperti kue kelapa mirip rangin, ada juga lapis, es krim kelapa (enak banget) yang disajikan bareng batok kelapanya, cuma gak ada cilok atau cimol haha.
Night market ini ada dua blok dan lumayan panjang, trus pas peserta Thailand yang cewe-cewe ini nanyain mau makan apa,
saya jawab its okay, saya bisa makan papaya pokpok (salad papaya muda) atau mango sticky rice aja, silahkan kalian makan apa aja jangan nunggu saya.
Eh, mereka malah keukeh, kita makan bareng, jalan nyampe sampe ke ujung pasar akhirnya nemu gerobak berlabelkan halal. Ffiuuh lega sekaligus terharu, karena untuk makan pagi dan siang saya pikir mereka sudah cukup bertoleransi dengan makan tanpa pork, masa saya harus maksa untuk dinner juga, kan ga enak. Saya pesen menu tomyam, dan rada aneh karena baru tahu kalo tomyam pake santan, dan rasanya lebih asem, tapi lumayan lah. Cuma besoknya sedih dan ngerasa bersalah karena teman dari Kamboja, Mrs Tun diare semaleman. Huaaa padahal saya dan teman-teman lain engga papa, gimana nih? Gak enak banget. Tapi mrs. Tun bilang gapapa, mungkin emang dia sensitive sama makanan pedes, tapi tetep aja gak enak kan? Akhirnya saya kekeuh besok-besok gak perlu maksa makan di tempat yang sama kalo emang gak pengen. Meski ternyata ada insiden lagi masalah makanan di night market ini, dan lebih parah, yang ngikutin IG saya pasti tahu, haha.
saya jawab its okay, saya bisa makan papaya pokpok (salad papaya muda) atau mango sticky rice aja, silahkan kalian makan apa aja jangan nunggu saya.
Eh, mereka malah keukeh, kita makan bareng, jalan nyampe sampe ke ujung pasar akhirnya nemu gerobak berlabelkan halal. Ffiuuh lega sekaligus terharu, karena untuk makan pagi dan siang saya pikir mereka sudah cukup bertoleransi dengan makan tanpa pork, masa saya harus maksa untuk dinner juga, kan ga enak. Saya pesen menu tomyam, dan rada aneh karena baru tahu kalo tomyam pake santan, dan rasanya lebih asem, tapi lumayan lah. Cuma besoknya sedih dan ngerasa bersalah karena teman dari Kamboja, Mrs Tun diare semaleman. Huaaa padahal saya dan teman-teman lain engga papa, gimana nih? Gak enak banget. Tapi mrs. Tun bilang gapapa, mungkin emang dia sensitive sama makanan pedes, tapi tetep aja gak enak kan? Akhirnya saya kekeuh besok-besok gak perlu maksa makan di tempat yang sama kalo emang gak pengen. Meski ternyata ada insiden lagi masalah makanan di night market ini, dan lebih parah, yang ngikutin IG saya pasti tahu, haha.
nge-Mall bareng ke Market Village |
pulangnya naik songthaew |
dinner di pantai |
Tempat ini dikelola dengan baik dan rapi sekali, masuk ke gerbang akan disambut dengan kuil di sisi kanan dan tempat parkir luas. Tersedia juga pedagang yang menjual aneka rupa oleh-oleh. Yang menarik adalah mereka menjual garam dan lawi-lawi (anggur laut) seperti di Takalar or Jepara, hanya dikemas dengan cantik dan siap makan dengan saus kelapa pedas. Berjalan masuk ke komplek LERD akan kita temui Gedung besar sebagai pusat penelitian dan juga terdapat souvenir shop yang menjual produk olahan dari proyek ini seperti arang, rempah, kerajinan anyaman dari rumput yang dijadikan penyaring, ada juga buah dan sayur.
Souvenir Shop |
Ada Terong dan Cabe Kering |
tertata bersih dan rapi |
Lawi-lawi |
mobil yang dipakai keliling ke 8 station |
Guide yang nemenin kita |
Pengunjung tidak hanya berasal dari sekolah atau perguruan tinggi tapi juga komunitas dan keluarga. Karena disini tidak hanya belajar tentang pengelolaan limbah dan sampah, tapi juga dapat berjalan ke hutan bakau yang cantik. Saat di sana pun kami berjumpa dengan rombongan oma-opa dan ada juga yang foto prewed di ujung jembatan hutan bakau karena pemandangannya memang keren dan ditata dengan baik.Kita dapat berkeliling komplek dengan bersepeda atau disediakan juga mobil terbuka jika datang rombongan beserta guide yang fasih berbahasa inggris. Ada 8 station pengelolaan, dari sistem pengolahan air limbah di laguna, kolam oksidasi, lahan filtrasi dengan rumput atau alang-alang, hingga penyaringan di hutan bakau. System terintegrasi ini memiliki berbagai keuntungan seperti meningkatnya kualitas air di sungai Phetchaburi, budidaya ikan di laguna, area subur untuk pertanian, juga habitat dari 210 species burung, reptile, amphibi, ikan, kepiting dan berbagai jenis hewan yang hidup di hutan bakau.
Setelah makan siang perjalanan dilanjutkan ke Mrigadayavan Palace; istana yang dibangun oleh King Rama VI, terkenal sebagai Palace of Love and Hope. Gimana serunya ? bersambung ke Part 2 yaaa...
No comments:
Post a Comment