Seberapa
sering kalian bermimpi? Menuliskannya, kemudian melangkah mewujudkannya? Atau
hanya terhenti dalam angan kemudian diam dan terlupakan? Sebenarnya saya merasa
terlalu tua atau kurang pentas membahas tentang mimpi dan cita-cita karena
masih banyak pencapaian yang belum diraih, tapi ada sebuah kutipan
inspiratif:
Dreams Don’t
Work Unless You Do
Yup,
seringkali kita mudah sekali dalam menginginkan atau mengharapkan sesuatu,
tanpa diikuti dengan rencana dan tahapan pelaksanaan yang jelas. Ah pengen
jalan-jalan, pengen liburan, pengen punya rumah, pengen nulis buku, pengen begini
begitu, dsb. Ya, sama. Saya pun demikian. Kita sibuk melakukan sesuatu di luar
rencana atau mimpi kita. Tanpa sadar, saat kita melihat orang lain terlihat
lebih sukses, atau berhasil mencapai impiannya, menjadikan kita malahan kecewa,
iri, dan bersedih hati (duhh…).
Don’t let your dreams just be dreams.
Jika kita
punya mimpi besar, peganglah erat dan bergeraklah untuk mewujudkannya.
Setidaknya tuliskan rencana. Kalau perlu detail waktu pelaksanaannya. Sedari
kecil saya suka sekali berencana, menuliskannya dalam buku kecil atau ditempel
di dinding. Beranjak SMA saya terkadang bangun malam-malam karena gelisah,
terlalu banyak mimpi di kepala saya, kemudian menuliskannya. Apa saja. Saya
masih ingat rencana pencapaian setiap tahun dari tahun 2004 – 2014 (sepuluh
tahun), kemudian saya tempel di dinding kamar, kurang lebih seperti ini (Pliss
jangan ketawa haha):
Ada yang
tercapai, ada yang sedikit tertunda, ada yang belum tercapai sama sekali. Tapi
saya yakin ini proses yang Allah kehendaki. Agar saya belajar, menikmati setiap
proses, karena sukses tanpa proses jatuh bangun yang panjang saya pikir tak
akan ada artinya. Sukses akan berasa jauh lebih nikmat jika kita pernah
merasakan gagal, kecewa, sakit, lelah dsb.
Setelah
berencana dan menuliskannya, lalu bekerjalah.
Kedua Tangan
ini tercipta untuk bekerja. Jika tak disibukkan dalam kerja ketaatan, ia kan
tetap bergiat dalam kemaksiatan
(Umar ibn
Al- Khaththab)
Sekalipun
rizki kita telah dijamin oleh Allah, maka makna kerja kita adalah pengabdian
seutuhnya kepada Allah Swt, bekerja sudah seharusnya merupakan bentuk luapan
syukur kita pada Dzat yang Maha Bijaksana (A. Fillah, Salim :Lapis-lapis Keberkahan hal 166). Seringkali kita merasa lemah sebelum
melakukan rencana-rencana kita, semangat lenyap ketika menemui sedikit
kesulitan. Keinginan dan tekad yang lemah karena hanya kita sendiri yang tahu
mimpi dan harapan kita. Kita menyimpan terlalu rapat mimpi-mimpi besar itu. Padahal,
langkah pertama mengaktualisasi kan mimpi kita adalah berbagi dengan orang
lain, saudara, sahabat, teman dekat, dsb. Kita sendiri yang memberi jarak
antara mimpi dan realita. Berbagi atau bercerita dengan orang terdekat akan
menjadi penyemangat dan pemacu mewujudkan mimpi dan harapan kita. Sebab jalan
rizki tak selalu melalui rencana diri sendiri, seringkali perantara orang lain
menjadi pembuka bagi jalan-jalan selanjutnya.
Senantiasa
bersyukur dan terus berdoa.
Mudah
diucapkan sulit diaplikasikan. Wujud syukur adalah menghentikan keluh. Seringkali
kita merasa terlalu letih, menggugat segala kerja tanpa henti,lelah tak
terbayar, dsb. Pulang malam, diomelin sana sini, revisi ini itu tanpa sadar
terucap keluh yang menghapus segala pahala. Astaghfirullah.
Padahal kalau dipikir ulang, bukankah kita pernah berada di titik lebih rendah
dari saat ini? Saat tak tahu harus berbuat apa, melakukan sesuatu tanpa makna? Bukankah
di luar sana masih banyak yang mau berpeluh letih mengabdi? Memperoleh lembaran
yang tak seberapa, namun bahagia? Kenapa kita tak bisa? Entahlah, memang
manusia tempatnya lupa.
Saat
kondisi tak seperti yang kita harapkan, segala sesuatu keluar jauh dari rencana
dan harapan, berhentilah sejenak. Mungkin kita perlu berkaca, bukan, bukan
mencari salah, tapi menata kembali langkah, mungkin harus mundur sejenak, atau
bahkan berganti arah untuk mencari jalan lain mempercepat tujuan. Berdoalah.
Berharap pada yang Maha Mengatur Segala. Tak jarang kejutan luar biasa menjadi
titik balik mimpi-mimpi kita.
Dan sungguh, saya pun
harus banyak belajar. Tentang memperbaiki niat, menata amal, mengikhlaskan
gerak. Ikhlas tanpa rasa sesak, tanpa beban disertai gelisah yang sangat. Tapi percayalah,
Allah Maha Memahami, biarlah Ia yang menilai rasa sesak itu, segala letih dan
rintih, sampai sesak dan tangis. Jangan menyerah melafalkan segala mimpi dalam
doa, segala pinta dan harap saat
bermunajat pada-Nya. Sampaikan agar dipertemukan dengan hal-hal baik, tempat
yang baik, orang-orang yang baik atau kesempatan selalu bisa berbuat baik.
Aamin.
No comments:
Post a Comment