Beberapa
minggu yang lalu saat saya pulang ke rumah, saya sempat kaget, ketika mendapati
keponakan saya (anak kakak sepupu) mengerjakan PR sekolahnya dibantu Buliknya
(kakak sepupu saya yang lain). Yang membuat saya kaget adalah, dua orang
keponakan saya, Iza ,kelas 3 SD dan kakaknya Nana, kelas 5 SD mengerjakan soal
matematika yang saya nilai cukup sulit untuk anak seumuran mereka. Iza
mengerjakan soal perkalian pecahan dengan bilangan puluhan, dan Nana mengerjakan
soal bangun ruang, yang seingat saya sering keluar di soal ujian PNS atau Tes
Potensi Akademik level S1 sodara2.
Meski
kedua keponakan saya ini termasuk anak yang cukup pintar, dilihat dari prestasi
di sekolahnya yang selalu masuk 3 besar, saya melihat keduanya juga mengalami
kesulitan dalam memahami soal-soal tersebut. Dan ketika saya mencoba mengingat
kembali jaman SD saya dulu (20 tahun yang lalu), saya merasa pelajaran sekolah
level SD saat ini jauh lebih sulit. Entah apakah saya yang lupa atau memang
demikian adanya. Ada yang tahu?
Terlepas
dari tuntutan perkembangan jaman yang mungkin merubah sistem pendidikan kita,
saya generasi yang lahir tahun 80an merasa porsi bermain saya masih banyak.
Waktu istirahat yang cukup lama, kemudian pulang sekolah masih bisa bermain
sejenak sebelum mengaji di masjid. Bermain dalam hal ini benar-benar bermain di
luar ruangan, main sepeda, main kasti di lapangan, layangan, dsb. Sedangkan
saat ini, anak SD bersekolah di sekolah terpadu yang pulang sore, dengan setumpuk
PR atau hafalan Quran, dilanjutkan dengan les mata pelajaran. Waktu bermainnya?
Hanya nonton tv atau main games di gadget.
Tidak,
saya sedang tidak mengkritik kurikulum atau pun sistem pendidikan saat ini, karena
saya sadar sama sekali tidak punya kapasitas atau kapabilitas untuk membahas
sistem pendidikan. Tapi saya mencoba menganalisis dari dampak pendidikan yang
saya alami dulu pada kehidupan saat ini, dibandingkan dengan apa yang
anak-anak, generasi saat ini, peroleh dari pendidikan sekolahnya dan mencoba
membayangkan apa efeknya pada kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Anak
usia SD menurut saya sangat penting ditanamkan nilai-nilai dasar hidup, seperti
kejujuran, kesantunan, keberanian, kesabaran, toleransi, kerja sama,
bersosialisasi dan berbagi. Bukan hanya berfokus pada kurikulum atau mata
pelajaran yang mengasah otak kiri saja.
Saya
sama sekali tidak ingat pelajaran saat SD dulu, tidak ada yang berkesan. Namun
yang saya ingat adalah bagaimana saya dan teman-teman ikut Jambore tingkat Kabupaten,
berlatih berminggu-minggu untuk ikut lomba ansambel musik, jadi dokter kecil,
berantem sama teman sekelas gara-gara ngeributin syair lagu Tanah Air, hahaha.
Dan baru saya sadari disinilah nilai hidup mulai diasah dan diajarkan,
disinilah kita mulai belajar untuk hidup.
Dan
membicarakan pendidikan tidak hanya seputar sekolah saja, lingkungan keluarga
dan masyarakta tempat kita bertumbuh juga sangat membentuk diri kita. Saya
tumbuh di lingkungan pengajar atau pendidik. Orang tua saya guru, Bulik, Pakde
dan sebagian besar saudara sekitar 80 persen berkecimpung di dunia pendidikan.
Dan ada beberapa hal menarik yang saya pelajari dari bagaimana orang tua saya
mendidik anak-anaknya.
1. Orang Tua saya tidak pernah
membandingkan anak-anaknya
Dibanding
kedua kakak saya, saya menyadari secara akademis prestasi saya paling rendah.
Kedua kakak saya sejak kecil sering jadi Juara Umum di sekolah, nilai
matematika dan bahasa inggris bagus, populer, dsb. Saya, paling banter juara
kelas, belum pernah juara umum, hehe. Tapi tidak pernah sekali pun orang tua
saya membandingkan kemampuan saya yang biasa aja dengan kedua kakak saya. Saya
sendiri lama kelamaan yang malu dengan prestasi belajar saya, tulisan tangan
saya juga tidak serapih kedua kakak saya. Tapi orang tua saya tidak pernah
memaksa saya untuk belajar. Saya sudah bisa membaca sebelum TK karena ayah saya sering membawa saya ke toko buku
untuk memilih buku bacaan. Begitulah ayah saya mengajari saya belajar dengan
menyenangkan. Bahkan saya mengerjakan PR di meja makan saat sarapan, haha.
Sedangkan untuk pendidikan formal saya belajar dari melihat kakak-kakak saya.
2. Pendidikan Agama Nomor 1
Di
lingkungan keluarga saya, agama menjadi hal wajib untuk dipelajari sejak kecil.
Orang tua saya jarang menyuruh saya belajar pelajaran sekolah, tapi jika tiba
waktu sholat atau mengaji tidak boleh terlambat. Waktu Maghrib tidak ada TV,
jadi sore sampai malam kami beraktivitas di musholla dekat rumah. Meski
ujung-ujungnya yang namanya anak kecil ya tetep main-main haha. Saat SD juga
saya dimasukkan ke Taman Pendidikan Al-Quran di Masjid Agung untuk belajar Al agama.
Pernah sewaktu SMP ayah saya menawarkan untuk masuk pesantren, tapi tanpa pikir
panjang langsung saya tolak, haha. Dan
sekarang saya menyesalinya.
3. Perencanaan itu penting
Ayah saya
selalu mengajarkan saya selalu terstruktur dan rapi dalam merencanakan sesuatu.
Tidak ada istilah hidup mengalir seperti air. Kalau mau berhasil harus
direncanakan dengan baik. Apa yang saya lakukan setiap hari direncanakan,
dicatat, dijadwal. Nah mungkin berawal dari itu, kebiasaan mencatat dan
merencanakan segala hal terbawa sampai sekarang.
4. Aktif berorganisasi dan kegiatan
sosial
Saat
Ramadhan tiba saya yang masih krucil diajak dan dilibatkan dalam kegiatan
Ramadhan di Musholla dekat rumah. Yah meski Cuma bantuin gelar karpet or ikut
menakar beras zakat, dari sini orang tua saya mengajarkan untuk aktif di
kegiatan masyarakat. Di sekolah saya juga didorong untuk aktif di ekstra
kurikuler; Pramuka, Basket, musik atau majalah dinding sekolah. Sehingga hal
ini terbawa saat saya kuliah dan bekerja.
The International Energy Agency has released its annual Global Hydrogen Review which suggests that momentum continues to construct behind... With the power industry going through large challenges to meet the world's future demands, the power transition, along with power safety,... Energy safety is important for social, economic and climate progress, and the accountability of the power industry in sustaining power... The heightened give attention to} power safety and the rising cost of power is reinforcing the difference in decarbonisation velocity between... Ozbolat defined that regardless of outstanding advances in most cancers therapy, there are a scarcity of pre-clinical platforms for learning Sweater Dresses Plus Size experimental anticancer brokers.
ReplyDelete